Materi VII :Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
MENGAPA PANCASILA MENJADI DASARNILAI PENGEMBANGAN ILMU?
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa inimencapai kemajuan pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahanyang luar biasa. Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi yangmelingkupinya, artinya iptek selalu berkembang dalam suatu ruang budaya.Perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilai-nilai budaya danagama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lainiptek perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalampengembangannya agar tidak merugikan umat manusia. Kuntowijoyo dalamkonteks pengembangan ilmu menengarai bahwa kebanyakan orang seringmencampuradukkan antara kebenaran dan kemajuan sehingga pandanganseseorang tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan yang dilihatnya.Kuntowijoyo menegaskan bahwa kebenaran itu bersifat
non-cumulative
(tidakbertambah) karena kebenaran itu tidak makin berkembang dari waktu ke waktu.Adapun kemajuan itu bersifat
cumulative
(bertambah), artinya kemajuan itu selaluberkembang dari waktu ke waktu. Agama, filsafat, dan kesenian termasuk dalamkategori
non-cumulative,
sedangkan fisika, teknologi, kedokteran termasuk dalamkategori
cumulative
(Kuntowijoyo, 2006: 4). Oleh karena itu, relasi iptek danbudaya merupakan persoalan yang seringkali mengundang perdebatan.Relasi antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai denganbeberapa kemungkinan sebagai berikut.
Pertama
,
iptek yang gayut dengan nilaibudaya dan agama sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atassikap human-religius.
Kedua,
iptek yang lepas sama sekali dari norma budaya danagama sehingga terjadi sekularisasi yang berakibat pada kemajuan iptek tanpadikawal dan diwarnai nilai human-religius. Hal ini terjadi karena sekelompokilmuwan yang meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum sendiri yang lepasdan tidak perlu diintervensi nilai-nilai dari luar.
Ketiga,
iptek yang menempatkan
nilai agama dan budaya sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini, adasebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukumtersendiri (faktor internal), tetapi di pihak lain diperlukan faktor eksternal(budaya, ideologi, dan agama) untuk bertukar pikiran, meskipun tidak dalam artisaling bergantung secara ketat.Relasi yang paling ideal antara iptek dan nilai budaya serta agama tentuterletak pada fenomena pertama, meskipun hal tersebut belum dapat berlangsungsecara optimal, mengingat keragaman agama dan budaya di Indonesia itu sendiri.Keragaman tersebut di satu pihak dapat menjadi kekayaan, tetapi di pihak laindapat memicu terjadinya konflik. Oleh karena itu, diperlukan sikap inklusif dantoleran di masyarakat untuk mencegah timbulnya konflik.Untuk itu, komunikasiyang terbuka dan egaliter diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara. Fenomena kedua yang menempatkan pengembangan iptek di luarnilai budaya dan agama, jelas bercorak positivistis. Kelompok ilmuwan dalamfenomena kedua ini menganggap intervensi faktor eksternal justru dapatmengganggu objektivitas ilmiah. Fenomena ketiga yang menempatkan nilaibudaya dan agama sebagai mitra dialog merupakan sintesis yang lebih memadaidan realistis untuk diterapkan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Sebabiptek yang berkembang di ruang hampa nilai, justru akan menjadi bumerang yangmembahayakan aspek kemanusiaan.Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budayadan agama dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesiamengakomodir seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu,perumusan pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di Indonesiamerupakan sesuatu yang bersifat niscaya.S ebab pengembangan ilmu yangterlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme,seperti yang terjadi pada zaman
Renaissance
di Eropa
.
Bangsa Indonesia memilikiakar budaya dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupanmasyarakat sehingga manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada ideologi
bangsa, sama halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah danorientasi yang jelas.Bertitik tolak dari asumsi di atas, maka
das Sollen
ideologi pancasilaberperan sebagai
leading principle
dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia.Para Ilmuwan tetap berpeluang untuk mengembangkan profesionalitasnya tanpamengabaikan nilai ideologis yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri.
Kompetensi Dasar:
Bersikap inklusif, toleran dan gotong royong dalam keragaman agama danbudaya; bertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar pada prinsipmusyawarah dan mufakat; merumuskan pancasila sebagai karakter keilmuanIndonesia; merumuskan konsep karakter keilmuan berdasar pancasila;menciptakan model pemimpin, warga negara dan ilmuwan yang pancasilais.
A.
Pancasila sebagai Dasar NilaiPengembangan Ilmu1.
Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pengertian pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapatmengacu pada beberapa jenis pemahaman.
Pertama,
bahwa setiap ilmupengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslahtidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Kedua,
bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri.
Ketiga
,
bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembanganiptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar daricara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia.
Keempat
,
bahwa setiappengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesiasendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumianilmu).
Keempat pengertian pancasila sebagai dasar pengembangan ilmusebagaimana dikemukakan di atas mengandung konsekuensi yang berbeda-beda.Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yangterkandung dalam pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiriberkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasidengan nilai-nilai pancasila.Pengertian kedua bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesiaharus menyertakan nilai-nilai pancasila sebagai faktor internal mengandaikanbahwa sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilaipancasila. Namun, keterlibatan nilai-nilai pancasila ada dalam posisi tarik ulur,artinya ilmuwan dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layakuntuk dilibatkan.Pengertian ketiga bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambunormatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yangharus disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun,tidak ada jaminan bahwa aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalananpengembangan iptek itu sendiri. Sebab ketika iptek terus berkembang, aturanmain seharusnya terus mengawal dan membayangi agar tidak terjadi kesenjanganantara pengembangan iptek dan aturan main.Pengertian keempat yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptekharus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai prosesindegenisasi ilmu mengandaikan bahwa pancasila bukan hanya sebagai dasarnilai pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yangberkembang di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penjabaran yang lebih rinci danpembicaraan di kalangan intelektual Indonesia, sejauh mana nilai-nilai pancasilaselalu menjadi bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah yangdiambil.
2.
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Apakah Anda menyadari bahwa kehadiran ilmu pengetahuan danteknologi di sekitar kita ibarat pisau bermata dua, di satu sisi iptek memberikan
kemudahan untuk memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan yangdihadapi, tetapi di pihak lain dapat membunuh, bahkan memusnahkan peradabanumat manusia. Contoh yang pernah terjadi adalah ketika bom atom yangdijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia Kedua. Dampaknyatidak hanya dirasakan warga Jepang pada waktu itu, tetapi menimbulkantraumatik yang berkepanjangan pada generasi berikut, bahkan menyentuh nilaikemanusiaan secara universal. Nilai kemanusiaan bukan milik individu atausekelompok orang atau bangsa semata, tetapi milik bersama umat manusia.Gambar: dampak Bom Atom di HiroshimaSumber:http://ilmupengetahuandanisinya.blogspot.com/2010_12_01_archive.html Pentingnya pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusurike dalam hal-hal sebagai berikut.
Pertama
,
pluralitas nilai yang berkembangdalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptekmenimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini
membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidakterjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengankepribadian bangsa.
Kedua
,
dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptekterhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakaneksistensi hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukantuntunan moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia.
Ketiga
,
perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politikglobal ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia,seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasakeadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring danmenangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilaikepribadian bangsa Indonesia.
Aktivitas:
Anda dipersilakan untuk menelusuri pengaruh pengembangan iptek yang tidaksesuai dengan nilai-nilai pancasila. Anda diharapkan untuk mendiskusikan dalam kelompok Anda hal tersebut danmengajukan tawaran solusi bagi pengembangan iptek yang sesuai dengannilai-nilai pancasila, kemudian melaporkannya secara tertulis.
B.
Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Dasar NilaiPengembangan Ilmu
Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa tidak ada satu pun bangsa di dunia iniyang terlepas dari pengaruh pengembangan iptek, meskipun kadarnya tentu sajaberbeda-beda. Kalaupun ada segelintir masyarakat di daerah-daerah pedalamandi Indonesia yang masih bertahan dengan cara hidup primitif, asli, belumterkontaminasi oleh kemajuan iptek, maka hal itu sangat terbatas dan tinggalmenunggu waktunya saja. Hal ini berarti bahwa ancaman yang ditimbulkan olehpengembangan iptek yang terlepas dari nilai-nilai spiritualitas, kemanusiaan,kebangsaan, musyawarah, dan keadilan merupakan gejala yang merambah keseluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, beberapa alasan pancasila diperlukan sebagai dasar nilaipengembangan iptek dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagaiberikut.
Pertama
,
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baikdengan dalih percepatan pembangunan daerah tertinggal maupun upayapeningkatan kesejahteraan masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius.Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi, emas, dan lainnya diKalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan teknologicanggih mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka generasi yang akan datang, menerima resiko kehidupan yang rawanbencana lantaran kerusakan lingkungan dapat memicu terjadinya bencana, sepertilongsor, banjir, pencemaran akibat limbah, dan seterusnya.
Kedua,
penjabaran sila-sila pancasila sebagai dasar nilai pengembanganiptek dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptekyang berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderungpragmatis. Artinya, penggunaan benda-benda teknologi dalam kehidupanmasyarakat Indonesia dewasa ini telah menggantikan peran nilai-nilai luhur yangdiyakini dapat menciptakan kepribadian manusia Indonesia yang memiliki sifatsosial, humanis, dan religius. Selain itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerusdan digantikan sifat individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan cenderungsekuler.
Ketiga
,
nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan diberbagai daerah mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: sikapbersahaja digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme;solidaritas sosial digantikan dengan semangat individualistis; musyawarah untukmufakat digantikan dengan
voting
, dan seterusnya.
Anda dipersilahkan untuk menanya alasan tentang faktor-faktor penyebabmemudarnya nilai-nilai pancasila, seperti gotong royong, solidaritas, kinerjadan produktivitas yang ditimbulkan oleh kemajuan iptek.Silakan diskusikan dalam kelompok Anda nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang masih bertahan dalam kehidupan masyarakat di sekitar Anda dalam perkembangan iptek, kemudian melaporkannya secara tertulis.
C.
Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasilasebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia1.
Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu diIndonesia
Sumber historis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu diIndonesia dapat ditelusuri pada awalnya dalam dokumen negara, yaitu
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Alinea keempat Pembukaan UUD 1945berbunyi:
”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
negaraIndonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruhtumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa
, dan ikut melaksanakan ketertibandunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatuUndang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatususunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, … dan seterusnya”.
Kata “mencerdaskan kehidupan bangsa” mengacu pada pengembangan
iptek melalui pendidikan. Amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang terkaitdengan mencerdaskan kehidupan bangsa itu haruslah berdasar pada nilai-nilaiKetuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya, yakni pancasila. Prosesmencerrdaskan kehidupan bangsa yang terlepas dari nilai-nilai sipiritualitas,kemanusiaan, solidaritas kebangsaan, musyawarah, dan keadilan merupakanpencederaan terhadap amanat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yangmerupakan dokumen sejarah bangsa Indonesia.Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum banyak dibicarakanpada awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi, mengingatpara pendiri negara yang juga termasuk cerdik cendekia atau intelektual bangsaIndonesia pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untukmembangun bangsa dan negara. Para intelektual merangkap sebagai pejuangbangsa masih disibukkan pada upaya pembenahan dan penataan negara yangbaru saja terbebas dari penjajahan. Penjajahan tidak hanya menguras sumberdaya alam negara Indonesia, tetapi juga menjadikan bagian terbesar dari rakyatIndonesia berada dalam kemiskinan dan kebodohan. Segelintir rakyat Indonesiayang mengenyam pendidikan di masa penjajahan itulah yang menjadi peloporbagi kebangkitan bangsa sehingga ketika negara Indonesia merdekadiproklamirkan, mereka merasa perlu mencantumkan aspek kesejahteraan danpendidikan ke dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang
berbunyi”..memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan melindungi segenap tanah tumpah darah Indonesia”. Sila
-sila pancasila yangtercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 jelas merupakanbagian dari amanat para pendiri negara untuk mengangkat dan meningkatkankesejahteraan dan memajukan kesejahteraan bangsa dalam arti penguatanperekonomian bangsa dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dapatmengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia agar setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Soekarno dalam rangkaian kuliah umum
Pancasila Dasar Falsafah Negara
pada 26 Juni 1958 sampai dengan 1 Februari 1959 sebagaimana disitirSofian Effendi, Rektor UGM dalam Simposium dan Sarasehan
Pancasilasebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa,
14
–
15Agustus 2006, selalu menyinggung perlunya setiap sila pancasila dijadikan
blueprint
bagi setiap pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia karena kalau tidakakan terjadi kemunduran dalam pencapaian keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia (Effendi, 2006: xiii). Pancasila sebagai
blueprint
dalam pernyataanSoekarno kurang lebih mengandung pengertian yang sama dengan pancasilasebagai dasar nilai pengembangan iptek karena sila-sila pancasila sebagai cetakbiru harus masuk ke dalam seluruh rencana pemikiran dan tindakan bangsaIndonesia.Sumber historis lainnya dapat ditelusuri dalam berbagai diskusi danseminar di kalangan intelektual di Indonesia, salah satunya adalah di perguruantinggi.Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mulai dirasakansebagai kebutuhan yang mendesak sekitar 1980-an, terutama di perguruan tinggiyang mencetak kaum intelektual. Salah satu perguruan tinggi di Indonesia yangmembicarakan hal tersebut adalah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada15 Oktober 1987, Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan seminar dengantema
Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu
bekerja sama denganHarian Kedaulatan Rakyat. Dalam sambutannya, Rektor Universitas GadjahMada pada waktu itu, Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H. menegaskanbahwa seminar dengan tema Pancasila sebagai orientasi Pengembangan Ilmu
merupakan hal baru, dan sejalan dengan Pasal 2 Statuta Universitas Gadjah Madayang disitirnya dalam dalam sambutan, berbunyi sebagai berikut.
“Universitas Gadjah Mada adalah lembaga pendidikan tinggi nasional bagi
pembentukan dan pengembangan kepribadian serta kemampuan manusiaseutuhnya bagi pembinaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan bagipelestarian dan pengembangan secara ilmiah unsur-unsur dan seluruhkebudayaan serta lingkungan hidup dan lingkungan alaminya, yangdiselenggarakan dalam rangka pembangunan bangsa dan negara sesuaipenjelmaan dan pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945demi tercapainya cita-cita proklamasi kemerdekaan seperti tercantumdalam Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945” (Koesnadi, 1987: xi
-xii).Konsep pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pernahdikemukakan oleh Prof Notonagoro, anggota senat Universitas Gadjah Madasebagaimana dikutip oleh Prof. Koesnadi Hardjasoemantri dalam sambutanseminar tersebut, yang menyatakan bahwa pancasila merupakan pegangan danpedoman dalam usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas danpendirian hidup, sebagai suatu pangkal sudut pandangan dari subjek ilmupengetahuan dan juga menjadi objek ilmu pengetahuan atau hal yang diselidiki(Koesnadi, 1987: xii).
Penggunaan istilah “asas dan pendirian hidup” mengacu
pada sikap dan pedoman yang menjadi rambu normatif dalam tindakan danpengambilan keputusan ilmiah.Daoed Joesoef dalam artikel ilmiahnya yang berjudul
Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan
menyatakan bahwa pancasila adalahgagasan vital yang berasal dari kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yangbenar-benar diramu dari sistem nilai bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu,pancasila memiliki metode tertentu dalam memandang, memegang kriteriatertentu dalam menilai sehingga menuntunnya untuk membuat pertimbangan(
judgement
) tertentu tentang gejala, ramalan, dan anjuran tertentu mengenailangkah-langkah praktikal (Joesoef, 1987: 1, 15). Konsep pancasila sebagai dasarnilai pengembangan ilmu menurut cara pandang Daoed Joesoef adalah sebagaituntunan dan pertimbangan nilai dalam pengembangan iptek.Prof. Dr. T Jacob melihat bahwa pada abad XVII terjadi perubahan besardalam cara berpikir manusia. Hal ini ditandai dengan terjadinya sekularisasi ilmu
pengetahuan sehingga terjadi pemisahan antara raga dan jiwa yang dipelajarisecara terpisah. Bagian raga diperlakukan sebagai materi dan diterangkansebagaimana halnya dengan gejala alam. Ilmu pengetahuan alam terpisah dariilmu pengetahuan sosial dan humaniora. Menjelang akhir abad XX, t kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat sehingga terjadi teknologisasikehidupan dan penghidupan. Teknologi berkembang sendiri dan makin terpisah,serta jauh meninggalkan agama dan etika, hukum, ilmu pengetahuan sosial danhumaniora (Jacob, 1987: 51-52). Prof. Dr. T. Jacob menegaskan bahwa pancasilaseharsunya dapat membantu dan digunakan sebagai dasar etika ilmu pengetahuandan teknologi di Indonesia. Untuk itu, lima prinsip besar yang terkandung dalampancasila cukup luas dan mendasar untuk mencakup segala persoalan etik dalamilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu (1) Monoteisme; (2) Humanisme dansolidaritas karya negara; (3). Nasionalisme dan solidaritas warga negara; (4).Demokrasi dan perwakilan; (5). Keadilan sosial (Jacob, 1987: 59).Penjabaran sila-sila pancasila ke dalam sistem etika ilmiah dikemukakanJacob sebagai berikut.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
melengkapi ilmupengetahuan dengan menciptakan perimbangan antara yang irasional danrasional, antara rasa dan akal. Sila pertama ini, menempatkan manusia dalamalam semesta sebagai bagiannya, bukan sebagai pusat dan tuan, serta menuntuttanggung jawab sosial dan intergenerasional dari ilmuwan dan teknologi.
SilaKemanusiaan yang Adil dan Beradab
memberi arah dan mengendalikan ilmupengetahuan. Ilmu pengetahuan dikembalikan pada fungsinya semula, yaituuntuk kemanusiaan.
Sila Persatuan Indonesia
melengkapi universalisme daninternasionalisme dalam sila-sila yang lain sehingga supra sistem tidakmengabaikan sistem dan subsistem di bawahnya. Aspek universal dan lokal harusdapat hidup secara harmonis dengan tidak saling merugikan.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/Perwakilan
mengimbangi autodinamika iptek, serta mencegahteknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Percobaan, penerapan, danpenyebaran ilmu pengetahuan harus mencerminkan semangat demokratis danperwakilan rakyat harus dapat memusyawarahkannya sejak dari kebijakan
penelitian sampai ke penerapan massal hasil-hasilnya.
Sila Keadilan Sosial bagiSeluruh Rakyat Indonesia
menekankan ketiga keadilan Aristoteles (distributif,legalis, dan komutatif) dalam pengembangan, pengajaran, penerapan iptek.Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara individu dan masyarakat.Contoh penerapan Pancasila sebagai etika ilmiah, antara lain hormat terhadaphayat (penerapan sila I); Persetujuan sukarela untuk eksperimen denganpenerangan yang cukup dan benar tentang guna dan akibatnya (II & IV);Tanggung jawab sosial ilmu pengetahuan dan teknologi harus lebih pentingdaripada pemecahan persoalan ilmiah (sila II dan V); Pelestarian lingkunganmelewati generasi (sila I, II, V) (Jacob, 1987: 59--61). Sikap ilmiah yangdidasarkan pada moralitas pancasila merupakan upaya pengendalianpengembangan iptek, sekaligus sebagai faktor penyeimbang antara kecerdasanintelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.ILUSTRASIKAN GAMBAR YANG MENCERMINKAN AKTIVITASILMIAHYANG DIWARNAI NILAI-NILAI PANCASILA.Koentowijoyo dalam artikelnya,
Pancasila sebagai OrientasiPengembangan Humaniora di Indonesia
bertitik tolak dari kesadaran bahwamanusia hidup di tengah-tengah tiga lingkungan, yaitu lingkungan material,lingkungan sosial, dan lingkungan simbolik. Lingkungan material terkait denganlingkungan buatan manusia, seperti rumah, jembatan, peralatan, dan lainsebagainya. Lingkungan sosial ialah organisasi sosial, stratifikasi, sosialisasi,gaya hidup, dan sebagainya. Lingkungan simbolik ialah segala sesuatu yangmeliputi makna dan komunikasi, seperti bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara,tingkah laku, konsep, dan lain sebagainya (Koentowijoyo, 1987: 90). Pancasilasebagai dasar nilai pengembangan ilmu dalam tafsir Koentowijoyo diletakkansebagai kekuatan normatif humanisasi yang melawan kekuatan kecenderungannaturalisasi manusia, mekanisasi manusia, dan kesadaran teknik. Pancasilasebagai kerangka kesadaran normatif humanisasi dapat merupakan dorongan kearah dua hal penting:
Pertama
,
universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simboldari keterkaitan dengan struktur, terutama penggunaan simbol untuk kepentingansebuah kelas sosial, baik yang datang dari kubu pasar bebas maupun dari negara
perencana.
Kedua
, transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaanmanusia, kebebasan spiritual untuk melawan dehumanisasi dan subhumanisasimanusia yang datang dari teknologi dan ilmu pengetahuan (Koentowijoyo, 1987:101).Simposium dan Sarasehan
Pancasila sebagai Paradigma IlmuPengetahuan dan Pembangunan Bangsa
yang diselenggarakan UniversitasGadjah Mada bekerja sama dengan KAGAMA, LIPI, dan LEMHANNASmerupakan upaya untuk menempatkan kedudukan pancasila sebagai dasar nilaipengembangan iptek. Sofian Effendi, rektor UGM dalam sambutan Simposiumtersebut menegaskan bahwa dunia perguruan tinggi seharusnya menjadi
intellectual bastion
(benteng pertahanan intelektual) dalam pengembangan meta-ontologis tentang filsafat ilmu pengetahuan yang menurunkan ilmu pengetahuanyang mendukung kepentingan nasional bangsa Indonesia (Sofian Effendi, 2006:xliv). Beberapa tokoh intelektual yang berpartisipasi dalam simposium dansarasehan tersebut, antara lain Prof. Dr. Muladi, Prof. Dr. M. Sastraparaedja, danProf. Dr. Ir. Wahyudi Sediawan.Prof. Dr. Muladi menegaskan bahwa kedudukan pancasila sebagai
common denominator values,
artinya nilai yang mempersatukan seluruh potensikemanusiaan melalui
counter values and counter culture
. Pancasila merupakanrefleksi penderitaan bangsa-bangsa di dunia secara riil sehingga mengandungnilai-nilai agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilaiuniversal HAM. Selanjutnya, Muladi mengaitkan pancasila dan ilmupengetahuan dengan meletakkannya pada posisi
in between
, yaitu antara
operational science
yang didasarkan pada
regularity occurring phenomena
dengan
non-origin science
yang didasarkan atas
non-repeatable events
yangbiasa dikaitkan dengan alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Muladi,2006: l-liii). Dengan demikian, pengembangan ilmu dan teknologi seharusnyadikaitkan dengan nilai-nilai pancasila sebagai
common denominator values
,yakni nilai-nilai yang disepakati bersama-sama oleh bangsa Indonesia, sekaligussebagai kerangka acuan bersama.
Prof. Dr. M. Sastrapratedja dalam artikelnya yang berjudul,
Pancasilasebagai Orientasi Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika IlmuPengetahuan
menegaskan ada dua peran pancasila dalam pengembangan iptek,yaitu
pertama,
pancasila merupakan landasan dari kebijakan pengembangan ilmupengetahuan, yang
kedua
, pancasila sebagai landasan dari etika ilmupengetahuan dan teknologi. Hal pertama yang terkait dengan kedudukanpancasila sebagai landasan kebijakan pengembangan ilmu pengetahuanmencakup lima hal sebagai berikut.
Pertama
,
bahwa pengembangan ilmupengetahuan harus menghormati keyakinan religius masyarakat karena dapat sajapenemuan ilmu yang tidak sejalan dengan keyakinan religious, tetapi tidak harusdipertentangkan karena keduanya mempunyai logika sendiri.
Kedua
,
ilmupengetahuan ditujukan bagi pengembangan kemanusiaan dan dituntun oleh nilai-nilai etis yang berdasarkan kemanusiaan.
Ketiga
,
iptek merupakan unsur yang
“menghomogenisasikan” budaya
sehingga merupakan unsur yangmempersatukan dan memungkinkan komunikasi antarmasyarakat. Membangunpenguasaan iptek melalui sistem pendidikan merupakan sarana memperkokohkesatuan dan membangun identitas nasional.
Keempat
,
prinsip demokrasi akanmenuntut bahwa penguasaan iptek harus merata ke semua masyarakat karenapendidikan merupakan tuntutan seluruh masyarakat.
Kelima
,
kesenjangan dalampenguasaan iptek harus dipersempit terus menerus sehingga semakin merata,sebagai konsekuensi prinsip keadilan sosial (Sastrapratedja, 2006: 52--53).Hal kedua yang meletakkan pancasila sebagai landasan etikapengembangan iptek dapat dirinci sebagai berikut. (1) Pengembangan iptekterlebih yang menyangkut manusia haruslah selalu menghormati martabatmanusia, misalnya dalam rekayasa genetik; (2) iptek haruslah meningkatkankualitas hidup manusia, baik sekarang maupun di masa depan; (3) pengembanganiptek hendaknya membantu pemekaran komunitas manusia, baik lokal, nasional
maupun global’ (4) iptek harus terbuka untuk masyarakat; lebih
-lebih yangmemiliki dampak langsung kepada kondisi hidup masyarakat; (5) iptekhendaknya membantu penciptaan masyarakat yang semakin lebih adil(Sastrapratedja, 2006: 53).
Salah satu disiplin ilmu yang acapkali menjadi sorotan karenamenyuarakan kepentingan pasar adalah bidang Ekonomi. Pertanyaan yang seringmuncul ke permukaan ialah apakah landasan nilai pengembangan ilmu ekonomidi Indonesia? Persoalan ini tampaknya telah menggelitik salah seorang ekonomkenamaan di Indonesia, yaitu Prof. Emil Salim. Pada 1965, Emil Salimmemperkenalkan untuk pertama kalinya istilah ekonomi pancasila danmemublikasikan dua karangan tentang ekonomi pancasila, yaitu pertama dalambentuk monografi yang diterbitkan LEKNAS (Lembaga Ekonomi danKemasyarakatan Nasional); yang kedua dalam satu bab khusus buku yangditerbitkan LEKNAS untuk peserta Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional).Istilah ekonomi pancasila dari Emil Salim, kemudian berkembang dalamseminar-seminar tentang ekonomi pancasila yang diselenggarakan sekitar dan1981.Tokoh atau ekonom yang serius mengembangkan ekonomi pancasila iniadalah Prof. Mubyarto. Perbedaan di antara kedua tokoh tersebut, ialah EmilSalim mencoba memberi pendasaran terhadap jalan ekonomi yang akan diambilpemerintahan Orde Baru, tetapi Emil Salim tidak pernah menolak kehadiranekonomi neo-klasik, sebab ia berpandangan bahwa ilmu ekonomi itu bersifatuniversal. Kalupun terdapat ketidaksesuaian antara teori ekonomi dan praktik,maka kekeliruannya terletak pada praktik. Oleh karena itu, Emil Salim tidakmenyusun teori baru karena memang ilmu ekonomi (neo klasik) tidak keliru,hanya penerapannya yang mungkin keliru. Berbeda halnya dengan Mubyartoyang dalam pidato Pengukuhannya sebagai guru besar ekonomi pada 1979 diUniversitas Gadjah Mada dengan tegas mengemukakan bahwa ilmu ekonomi
mainstream
(neo klasik) tidak dapat sepenuhnya diterapkan di Indonesia.Mubyarto menegaskan bahwa teori ekonomi neo-klasik tidak mampumendistribusikan kue ekonomi secara merata, dan tidak mendukung terhadapgagasan keadilan sosial (Tarli Nugroho, tt: 4--5). Landasan nilai yang mencuatdalam pemikiran Mubyarto tentang ekonomi pancasila, terutama terletak padakata kunci keadilan sosial, sebab yang dapat merasakan ketimpangan tersebutadalah masyarakat luas. Kesenjangan antara kelompok elit (
the have
) dan
kelompok masyarakat awam,
wong alit
(
The have not
) tercermin dalamkehidupan masyarakat.ILUSTRASIKAN GAMBAR YANG MEMPERLIHATKANKESENJANGAN ANTARA KELOMPOK ELIT DNG KELOMPOKMASYARAKAT KECILMubyarto menjelaskan ada lima ciri ekonomi pancasila, yaitu (1) rodaperekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; (2)kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah kemerataan sosial(egalitarianism); (3) prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaanperekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiapkebijakan ekonomi; (4) koperasi merupakan saka guru perekonomian danmerupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama; (5) adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalampelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan sosial (Nugroho, tt: 9).Berdasarkan pada uraian tersebut diketahui bahwa meletakkan nilai pancasilasebagai pengembangan ilmu ekonomi merupakan sebuah cara untuk memberilandasan moral terhadap sistem ekonomi yang diterapkan dalam kehidupanbernegara sebagaimana terlihat pada butir (1), di samping itu, keadilan sosialdalam butir (2) dan (5) merupakan hakikat dari ekonomi pancasila yangdidukung dengan semangat nasionalisme, seperti tertuang dalam butir (3), makapilihan untuk menggerakkan perekonomian bangsa melalui koperasi butir (4)merupakan sebuah pilihan yang tepat bagi penyelenggara negara Indonesia.
Aktivitas:
Anda dipersilakan menggali informasi tentang peran pancasila sebagai paradigma ilmu bagi disiplin ilmu Anda masing-masing dengan merinci setiapsila ke dalam kebijakan ilmu dan landasan etika bagi pengembangan ilmu yang Anda pelajari. Anda diharapkan untuk mencari informasi tentang koperasi di sekitarlingkungan Anda, bagaimana proses perkembangannya di tengah persainganglobal seperti sekarang ini. Diskusikan dalam kelompok Anda tentang keunggulan kelemahan pengelolaankoperasi dan laporkan secara tertulis.
2.
Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai PengembanganIlmu di Indonesia
Sumber sosiologis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapatditemukan pada sikap masyarakat yang sangat memperhatikan dimensiketuhanan dan kemanusiaan sehingga manakala iptek tidak sejalan dengan nilaiketuhanan dan kemanusiaan, biasanya terjadi penolakan. Contohnya, penolakanmasyarakat atas rencana pembangunan pusat pembangkit listrik tenaga nuklir disemenanjung Muria beberapa tahun yang lalu. Penolakan masyarakat terhadapPLTN di semenanjung Muria didasarkan pada kekhawatiran atas kemungkinankebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Chernobyl Rusia beberapa tahunyang lalu. Trauma nuklir berkaitan dengan keselamatan reaktor nuklir dankeluaran limbah radioaktif yang termasuk ke dalam kategori limbah beracun.Kedua isu tersebut memicu dampak sosial sebagai akibat pembangunan PLTN,bukan hanya bersifat standar seperti terciptanya kesempatan kerja, kesempatanberusaha, tiumbulnya gangguan kenyaman karena kemacetan lalu lintas, bising,getaran, debu, melainkan juga dampak yang bersifat khusus, seperti rasa cemas,khawatir dan takut yang besarnya tidak mudah dikuantifikasi. Dalam terminologidampak sosial, hal yang demikian itu dinamakan
perceived impact,
dampak yangdipersepsikan (Sumber: Suara Merdeka, 8 Desember 2006).Hal ini membuktikan bahwa masyarakat peka terhadap isu-isu ketuhanandan kemanusiaan yang ada di balik pembangunan pusat tenaga nuklir tersebut.Isu ketuhanan dikaitkan dengan dikesampingkannya martabat manusia sebagaihamba Tuhan Yang Maha Esa dalam pembangunan iptek. Artinya, pembangunanfasilitas teknologi acapkali tidak melibatkan peran serta masyarakat sekitar,padahal apabila terjadi dampak negatif berupa kerusakan fasilitas teknologi,maka masyarakat yang akan terkena langsung akibatnya. Masyarakat sudahmenyadari perannya sebagai mahluk hidup yang dikaruniai akal danpertimbangan moral sehingga kepekaan nurani menjadi sarana untuk bersikapresisten terhadap kemungkinan buruk yang terjadi di balik pengembangan iptek.Masyarakat terlebih peka terhadap isu kemanusiaan di balik pembangunan danpengembangan iptek karena dampak negatif pengembangan iptek, seperti limbah
industri yang merusak lingkungan, secara langsung mengusik kenyamanan hidupmasyarakat.ILUSTRASIKAN GAMBAR YANG MENCERMINKAN TENTANGLIMBAH INDUSTRI YANG MERUSAK LINGKUNGAN
Aktivitas:
Anda dipersilakan untuk menggali informasi yang terkait dengan dampaknegatif pengembangan iptek yang merugikan masyarakat. Kemudian,mendiskusikan dalam kelompok Anda hal positif dan negatif dalam pengembangan iptek dan melaporkannya secara tertulis.
3.
Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
Sumber politis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu diIndonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh parapenyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang meletakkanpancasila sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi ilmu, antara lain dapatdilihat dari pidato Soekarno ketika menerima gelar
Doctor Honoris Causa
diUGM pada 19 September 1951, mengungkapkan hal sebagai berikut.
“Bagi saya
, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika iadipergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, ataupraktiknya bangsa, atau praktiknya hidup dunia kemanusiaan. Memangsejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup manusia,bangsa, dan dunia kemanusiaan itu. Itulah sebabnya saya selalumencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkanpengetahuan dengan perbuatan sehingga pengetahuan ialah untukperbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan. Ilmu dan amalharus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggaldengan amal. Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itukepada derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untukkemudian beramal terus m
enerus di wajah ibu pertiwi” (
Ketut, 2011).
Dengan demikian, pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu padazaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarnodikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu danamal. Selanjutnya, pidato Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional diYogyakarta, 18 Maret 1962, mengatakan hal sebagai berikut.
“Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi
kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatuhal lain, satu dasar. Dan yang dimaksud dengan perkataan dasar, yaitukarakter. Karakter adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan.Ilmupengetahuan tetap adalah suatu syarat mutlak. Tanpa karakter yang gilanggemilang, orang tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional,oleh karena itu pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu halyang berlangit sangat tinggi, dan berakar amat dalam sekali. Berakar amatdalam sekali, oleh karena akarnya itu harus sampai kepada inti-intidaripada segenap cita-cita dan perasaan-perasaan dan gandrungan-
gandrungan rakyat” (Soekarno, 1962).
Pidato Soekarno di atas juga tidak mengaitkan dengan pancasila, tetapilebih mengaitkan dengan karakter, yakni kepercayaan yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.Pada zaman Orde Baru, presiden Soeharto menyinggung masalahpancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu ketika memberikan sambutanpada Kongres Pengetahuan Nasional IV, 18 September 1986 di Jakarta sebagaiberikut.
“Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan kepada manusia dan
kemanusiaan, harus dapat memberi jalan bagi peningkatan martabatmanusia dan kemanusiaan. Dalam ruang lingkup nasional, ilmupengetahuan dan teknologi yang ingin kita kuasai dan perlu kitakembangkan haruslah ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa memberidukungan kepada kemajuan pembangunan nasional kita. Betapapunbesarnya kemampuan ilmiah dan teknologi kita dan betapapun suatu karyailmiah kita mendapat tempat terhormat pada tingkat dunia, tetapi apabilakemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat membantumemecahkan masalah-masalah pembangunan kita, maka jelas hal itumerupakan kepincangan, bahkan suatu kekurangan dalam
penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi” (Soeharto, 1986: 4).
Demikian pula halnya dengan zaman Orde Baru, meskipun pancasiladiterapkan sebagai satu-satunya asas organisasi politik dan kemasyarakatan,
tetapi penegasan tentang pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu diIndonesia belum diungkapkan secara tegas. Penekanannya hanya pada iptekharus diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan sehingga dapat memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan.Pada era Reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalamsambutan pada acara silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia(AIPI) dan masyarakat ilmiah, 20 Januari 2010 di Serpong. SBY menegaskansebagai berikut.
“Setiap
negara mempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yangberbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di Indonesia, kita juga harus mengembangkansistem inovasi nasional, yang didasarkan pada suatu kemitraan antarapemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasidengan dunia internasional. Oleh karena itu, berkaitan dengan pandanganini dalam waktu dekat saya akan membentuk komite inovasi nasional,yang langsung bertanggungjawab kepada presiden, untuk ikut memastikanbahwa sistem inovasi nasional dapat berkembang dan berjalan denganbaik. Semua ini penting kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadi
knowledge society
.strategi yang kita tempuh untuk menjadi negara maju,
developed country
, adalah dengan memadukan pendekatan sumber dayaalam, iptek, dan budaya atau
knowledge based, Resource based andculture based
development”
(Yudhoyono, 2010).Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaranpancasila sebagai dasar nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan negaramerupakan suatu upaya untuk mengaktualisasikan pancasila dalam kehidupan(Habibie, 2011: 6).Berdasarkan pemaparan isi pidato para penyelenggara negara tersebut,maka dapat disimpulkan bahwa sumber politis dari pancasila sebagai dasar nilaipengembangan iptek lebih bersifat apologis karena hanya memberikan dorongankepada kaum intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai pancasila lebih lanjut.
Aktivitas:
Anda dipersilakan untuk membandingkan pandangan kepala negara sejakSoekarno, Soeharto, Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono tentang peran
nilai budaya dan kemanusiaan dalam pengembangan iptek. Kemudian,mendiskusikannya dalam kelompok Anda dan melaporkannya secara tertulis.
D.
Membangun Argumen tentang Dinamika dan TantanganPancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu1.
Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Dasar PengembanganIlmu
Pancasila sebagai pengembangan ilmu belum dibicarakan secara eksplisitoleh para penyelenggara negara sejak Orde Lama sampai era Reformasi. Parapenyelenggara negara pada umumnya hanya menyinggung masalah pentingnyaketerkaitan antara pengembangan ilmu dan dimensi kemanusiaan (
humanism
).Kajian tentang pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mendapatperhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh kaum intelektual di beberapaperguruan tinggi, khususnya Universitas Gadjah Mada yang menyelenggarakanSeminar Nasional tentang Pancasila sebagai pengembangan ilmu, 1987 danSimposium dan Sarasehan Nasional tentang Pancasila sebagai Paradigma IlmuPengetahuan dan Pembangunan Nasioanl, 2006. Namun pada kurun waktu akhir-akhir ini, belum ada lagi suatu upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilaipancasila dalam kaitan dengan pengembangan Iptek di Indonesia.
Aktivitas:
Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dalam kelompok Anda tentang perannilai-nilai pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia,kemudian melaporkannya secara tertulis.
2.
Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Dasar PengembanganIlmu
Ada beberapa bentuk tantangan terhadap pancasila sebagai dasarpengembangan iptek di Indonesia:a.
Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasukIndonesia. Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai pancasila sebagaidasar pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya bagi pengembangansitem ekonomi pancasila yang pernah dirintis Prof. Mubyarto pada 1980-an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untukmenangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi padapemilik modal besar.b.
Globalisasi yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesiadalam pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukansebagai konsumen daripada produsen dibandingkan dengan negara-negara lain.c.
Konsumerisme menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagiproduk teknologi negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagaipengembangan ilmu baru pada taraf wacana yang belum berada padatingkat aplikasi kebijakan negara.d.
Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu;
workability
(keberhasilan),
satisfaction
(kepuasan), dan
result
(hasil) (Titus, dkk.,1984) mewarnani perilaku kehidupan sebagian besar masyarakatIndonesia.
Aktivitas:
Anda dipersilakan untuk menemukenali (mengidentifikasi) nilai-nilaikapitalisme, globalisme, dan konsumerisme yang tumbuh dan berkembang disekitar Anda. Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dan membangun argumen yangmemperlihatkan ketidaksesuaian antara nilai-nilai kapitalisme, globalisme,
konsumtivisme, dan pragmatisme dengan nilai-nilai pancasila, kemudianmelaporkannya secara tertulis.
E.
Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai DasarNilai Pengembangan Ilmu untuk Masa Depan1.
Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Hakikat pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakanProf. Wahyudi Sediawan dalam Simposium dan sarasehan
Pancasila sebagaiParadigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa
sebagai berikut.
Sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwamanusia hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akanmenentukan kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannyaadalah manusia diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untukmembuat kerusakan di bumi. Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dankeinsinyuran. seperti menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dankesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat, bertanggung jawab, etis dantaat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan kemanfaatanprofessional, dan lain-lain, adalah suatu manifestasi perbuatan untuk kebaikantersebut. Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang dimiliki denganbaik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri anugrah Tuhan(Wahyudi, 2006: 61--62).
Sila kedua,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan,baik bersifat universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik diIndonesia. Asas kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuanterhadap manusia harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitumemiliki keinginan, seperti kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinyadihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata dalam lingkungannya, bekerjasesuai kemampuannya yang tertinggi (Wahyudi, 2006: 65). Hakikat kodratmanusia yang bersifat mono-pluralis, sebagaimana dikemukakan Notonagoro,yaitu terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), mahluk individu dan sosial (sifat
kodrat), dan mahluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat) memerlukankeseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas kemanusiaannya.
Sila ketiga,
Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagikelangsungan Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu,ilmuwan dan ahli teknik Indonesia perlu menjunjung tinggi asas PersatuanIndonesia ini dalam tugas-tugas profesionalnya. Kerja sama yang sinergisantarindividu dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing akanmenghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada penjumlahanproduktivitas individunya (Wahyudi, 2006: 66). Suatu pekerjaan atau tugas yangdikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang tinggi dapatmenghasilkan produktivitas yang lebih optimal.
Sila keempat,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaandalam Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yangmengandung arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah olehdan untuk semua rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dankewajiban yang sama terhadap negara. Demikian pula halnya dengan ilmuwandan ahli teknik wajib memberikan kontribusi sebasar-besarnya sesuaikemampuan untuk kemajuan negara. Sila keempat ini juga memberi arahandalam manajemen keputusan, baik pada tingkat nasional, regional maupunlingkup yang lebih sempit (Wahtudi, 2006: 68). Manajemen keputusan yangdilandasi semangat musyawarah akan mendatangkan hasil yang lebih baik karenadapat melibatkan semua pihak dengan penuh kerelaan.
Sila kelima,
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikanarahan agar selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (
gap
) kesejahteraan diantara bangsa Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perluselalu mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjaminkesejahteraan karyawan (Wahyudi, 2006: 69). Selama ini, pengelolaan industrilebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaansehingga cenderung mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarianlingkungan. Situasi timpang ini disebabkan oleh pola kerja yang hanya
mementingkan kemajuan perusahaan. Pada akhirnya, pola tersebut dapat menjadipemicu aksi protes yang justru merugikan pihak perusahaan itu sendiri.
2.
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pentingnya pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, meliputi hal-hal sebagai berikut.a.
Perkembangan ilmu dan teknologi di Indonesia dewasa ini tidak berakarpada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga ilmupengetahuan yang dikembangkan di Indonesia sepenuhnya berorientasipada Barat (
Western oriented
)b.
Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia lebih berorientasi padakebutuhan pasar sehingga prodi-prodi yang
“
laku keras
”
di perguruantinggi Indonesia adalah prodi-prodi yang terserap oleh pasar (duniaindustri).c.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belummelibatkan masyarakat luas sehingga hanya menyejahterakan kelompokelite yang mengembangkan ilmu (
scientist oriented
).ILUSTRASIKAN GAMBAR YANG MENCERMINKANPERKEMBANGAN IPTEK YANG BERORIENTASI PADA DUNIABARAT
F.
Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasilasebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, artinya kelima silapancasila merupakan pegangan dan pedoman dalam pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi. Beberapa terminologi yang dikemukakan para pakaruntuk menggambarkan peran pancasila sebagai rujukan bagi pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi, antara lain pancasila sebagai
intellectual bastion
(Sofian Effendi); pancasila sebagai
common denominator values
(Muladi);pancasila sebagai paradigma ilmuPentingnya pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu bagimahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran pancasila sebagai rambu-rambunormatif bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Selain itu,pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia harus berakar pada budayabangsa Indonesia itu sendiri dan melibatkan partisipasi masyarakat luas.
G.
Tugas Belajar Lanjut: Proyek Belajar Pancasila sebagaiDasar Nilai Pengembangan Ilmu
Anda dipersilahkan untuk menggali sumber dan informasi terkait denganhal-hal berikut:1.
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu yang terbentukdalam sikap inklusif, toleran dan gotong royong dalam keragamanagama dan budaya .2.
Beberapa kasus yang terkait dengan kedudukan pancasila sebagaidasar nilai pengembangan ilmu yang memperlihatkan sikapbertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar pada prinsipmusyawarah dan mufakat dalam kehidupan ilmiah.3.
Beberapa contoh tentang perumusan pancasila sebagai karakterkeilmuan Indonesia.4.
Beberapa ilustrasi tentang karakter keilmuan berdasar pancasila.5.
Menggambarkan model pemimpin, warganegara dan ilmuwan yangpancasilais di lingkungan sekitar Anda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, Roeslan. 1979.
Pengembangan Pancasila di Indonesia
. Jakarta:Yayasan IdayuAiken, H. D. 2009.
Abad Ideologi.
Yogyakarta: Penerbit relief.
Ali, As’ad Said. 2009.
Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa
.Jakarta: Pustaka LP3ES.Asdi, Endang Daruni. 2003.
Manusia Seutuhnya dalam Moral Pancasila
.Yogyakarta: Pustaka Raja.Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.). 1995.
Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan(BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei1945 -- 22 Agustus 1945
. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.Bahm, Archie. 1984.
Axiology: The Science of Values
New Mexico: Albuquerque._____________. 1995.
Epistemology: Theory of Knowledge
. New Mexico:Albuquerque.Bakker, Anton. 1992.
Ontologi: Metafisika Umum
. Yogyakarta: Kanisius.Branson, M. S. 1998.
The Role of Civic Education, A Fortcoming EducationPolicy Task Force Position
Paper from the Communitarian Network.Darmodihardjo, D. 1978.
Orientasi Singkat Pancasila
. Jakarta: PT. Gita Karya.Delors, J. et al. 1996.
Learning the Treasure Within, Education for the 21thCentury
. New York: UNESCO.Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal PendidikanTinggi. 2013.
Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
. Jakarta:Departeman Pendidikan Nasional Kementrian Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia.Driyarkara. tt.
Pancasila dan Religi
. Tanpa Kota dan Penerbit.Federick, W. H., dan Soeri Soeroto (Eds.). 2005.
Pemahaman Sejarah Indonesia:Sebelum dan Sesudah Revolusi
. Jakarta: Pustaka LP3ES.Frondizi, Risieri. 2001.
What is Value
? Terjemahan Cuk Ananta Wijaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hunnex, Milton D. 1986.
Chronological and Thematic Charts of Philosophiesand Philosophers
. Michigan: Chandler Publishing Company.Hidayat, Arief. 2012.
Dengan Judul Negara Hukum Pancasila (Suatu Model IdealPenyelenggaraan Negara Hukum
. Artikel ini disampaikan pada KongresPancasila IV di UGM ,Yogyakarta 31 Mei -- 1 Juni 2012.Ismaun. 1978.
Pancasila: Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia (dalamrangka cita-cita dan sejarah perjuangan kemerdekaan)
. Bandung: CaryaRemadja.Kaelan. 2000.
Pendidikan Pancasila
. Yogyakarta: Paradigma.Kaelan. 2013.
Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis,Yuridis, dan Aktualisasinya.
Yogyakarta: Penerbit Paradigma.Koentjaraningrat. 2004.
Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan
. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama.Lacey Hugh. 1999.
Is Science Value Free?
London: Routledge.Latif, Yudi. 2011.
Negara Paripurna: Haistorisitas, Rasionalitas dan AktualitasPancasila
. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.Littlejohn, Stephen W., Foss, Karen A. 2008.
Theories of Human Communication
.Penerjemah: Mohammad Yusuf Hamdan (
Teori Komunikasi
). Jakarta:Penerbit Salemba Humanika.Magee, Bryan. 2008.
The Story of Philosophy
. Penerjemah: Marcus Widodo,Hardono Hadi. Yogyakarta: Kanisius.Magnis-Suseno, Franz. 2011.
“Nilai
-nilai Pancasila sebagai Orientasi
Pembudayaan Kehidupan Berkonstitusi” dalam
Implementasi Nilai-nilaiPancasila Dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia.
KerjasamaMahkamah Konstitusi RI dengan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: 2-- 3 Mei 2013.Martodihardjo, Susanto, dkk. 1993.
Bahan Penataran Pedoaman Penghayatandan Pengamalan Pancasila.
Jakarta: BP-7 Pusat.Nugroho, Tarli. tt.
Ekonomi Pancasila: Refleksi Setelah Tiga Dekade
. Tanpa Kotadan Penerbit.Oetojo Oesman dan Alfian (Eds.). 1991.
Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
.Jakarta: BP-7 Pusat.
Ohmae, Kenichi. 1995.
The End of the Nation-State: the Rise of Regional Economies.
New York: Simon and Schuster Inc.____________. 2002.
Hancurnya Negara-Bangsa: Bangkitnya Negara Kawasandan Geliat Ekonomi Regional di Dunia tak Berbatas
. Yogyakarta: Qalam.Pabottinggi, Mochtar. 2006.
“Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik”,
dalam Simposium dan Sarasehan
Pancasila sebagai Paradigma IlmuPengetahuan dan Pembangunan Bangsa
, 14 -- 15 Agustus 2006,Kerjasama Universitas Gadjah Mada, KAGAMA, LIPI, danLEMHANNAS. Yogyakarta.Prawirohardjo, Soeroso, dkk. 1987.
Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu
. Yogyakarta: Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat.Ristek (Ed.). 2009.
Sains dan Teknologi: Berbagi Ide untuk Menjawab Tantangandan Kebutuhan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.Riyanto, Astim. 2009.
Makalah Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi(Tinjauan Yuridis)
yang dipresentasikan dalam Workshop PengkajianPenerapan Mata Kuliah Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggibertempat di Hotel Ambhara Jakarta.Sastrapratedja, M. 2001
Pancasila sebagai Visi dan Referensi Kritik Sosial,
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.Soeharto. 1986. Sambutan pada Pembukaan Kongres Ilmu Pengetahuan NasionalIV, 8 September 1986. Jakarta.Suweca, I Ketut. 2011.
Apa Kata Bung Karno Tentang Buku, Ilmu, dan Amal?(Edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/apa-kata-bung-karno-tentang-buku-ilmu-dan-amal-398633.html).
Taylor, A.E. 1955.
Aristotle
. New York: Dover Publications, Inc.The Liang Gie. 1977.
Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat.
Yogyakarta: Karya Kencana.Thomson, J. B. 1984.
Studies in the Theory of Ideology.
Los Angeles: Universityof California Press.Titus, Smith, and Nolan. 1984.
Living Issues in Philosophy
. Alihbahasa: H.M.Rasjidi (
Persoalan-Persoalan Filsafat
http://dreamindonesia.wordpress.com/2011/06/10/astaga-hutan-sumatera-dan-hutan-kalimantan-akan-punah-pada-tahun-2022-sehingga-indonesia-di-anugerahi-certificate-guinnes-world-records-sebagai-perusak-hutan-tercepat-di-dunia/ http://nasional.sindonews.com/read/2013/12/27/13/821215/sepanjang-2013-kasus-narkoba-meningkat http://www.pulausumbawanews.com/hukum/indonesia-peringkat-5-terkorup-di-dunia/ .
Komentar
Posting Komentar